Tampilannya tak beda jauh dengan pesawat komersial biasa, akan tetapi kemampuannya sangat luar biasa. Pesawat Boeing-737 milik TNI Angkatan Udara ini mampu mengamati seluruh gerak-gerik di atas perairan Indonesia yang luasnya mencapai 8,5 juta kilometer persegi.
Sesuai dengan tugasnya, tiga pesawat Boeing-737 Maritime Patrol yang berbasis di Skadron Udara 5 Pangkalan Udara (Lanud) Hasanuddin, Makassar, ini setiap hari melakukan pengamatan udara dan maritim (air and maritime surveillance) di seluruh wilayah perairan Indonesia. Secara bergantian ketiganya mengamati secara sistematik ruang udara, permukaan daratan, maupun perairan, lokasi, atau tempat, sekelompok manusia atau obyek-obyek lain, baik secara visual, aural, fotografis, elektronis, maupun dengan cara lain.
Sesuai dengan tugasnya, tiga pesawat Boeing-737 Maritime Patrol yang berbasis di Skadron Udara 5 Pangkalan Udara (Lanud) Hasanuddin, Makassar, ini setiap hari melakukan pengamatan udara dan maritim (air and maritime surveillance) di seluruh wilayah perairan Indonesia. Secara bergantian ketiganya mengamati secara sistematik ruang udara, permukaan daratan, maupun perairan, lokasi, atau tempat, sekelompok manusia atau obyek-obyek lain, baik secara visual, aural, fotografis, elektronis, maupun dengan cara lain.
“Tugas kami hanya mendeteksi. Hasil deteksi yang diperoleh disampaikan ke komando atas, yang akan menentukan tindakan selanjutnya. Bila perlu hasil deteksi itu dikoordinasikan dengan TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat, Kepolisian RI, atau instansi terkait,” ungkap Kapten (Pnb) Sumanto, Komandan Flight Operasi Skadron 5.
Peran pengamatan udara itu penting bagi Indonesia untuk dapat dimanfaatkan mencegah pengambilan ikan secara ilegal oleh nelayan asing, dan untuk menggagalkan penyelundupan kayu, serta minyak yang sampai sekarang masih marak di perairan Indonesia.
Skadron 5 yang berpangkalan di Lanud hasanuddin, Makassar, menerima tiga Boeing B737-200 2X9 Surveiller untuk menggantikan Grumman UF-1 Albatross. Pesawat berjulukan Camar Emas ini diberi registrasi AI-7301, AI-7302, dan AI-7303. Pengiriman pesawat yang dipesan April 1981 ini dilakukan secara maraton mulai dari 20 Mei 1982, 30 Juni 1983, dan 3 Oktober 1983. dengan kekuatan tiga pesawat, berarti tiap pesawat harus melakukan pengintaian sepertiga wilayah Indonesia.
Dari segi performa, Camar Emas tidak kalah garang dengan pesawat pengintai yang telah terkenal seperti E-8-J-STARS (Joint Surveillance and Target Attack Radar System), E-3 Sentry AWACS, Bariev A-50 Mainstay AWACS, DC-8-72F SARIGUE NG, P-3C Orion atau radar terbang masa datang Australia B737-700 Wedgetail versi New Generation B737 yang dikonversi untuk kepentingan intelijen. Tidak percaya? Intip saja alat pengendus yang diusung.
Dihidungnya ada radar double agent AN/APS-504 (V)5. selain berfungsi konvensional, radar ini bisa diset mendeteksi sasaran di permukaan atau di udara. Jarak pindainya luar biasa, 256 Nm (Nano Meter). Navigasi dan komunikasinya juga kompak. Saat ini B-737 dilengkapi sistem navigasi INS LTN-72R terintegrasi dengan GPS. Karena memainkan peran penting dalam air intelligence, komunikasi tidak saja masuk kategori wajib, tapi juga harus mempunyai tingkat aksesbilitas tinggi. Untuk B-737, saluran telepon bisa terhubung langsung dengan komando pusat. Tampilan instrumen yang menawan (pilot color high resolution display), makin mempercanggih suasa kokpit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar