Banyak futurolog memprediksikan bahwa Indonesia pada 2045 ataupun 2050 menjadi negara terkuat nomor delapan di dunia mengalahkan beberapa negara kuat yang ada sekarang ini, seperti Inggris. Kemungkinan inilah yang menyebabkan Inggris merasa inferior menghadapi Indonesia yang notabene calon penguasa dunia bersama Cina, karena sebab itulah menjadi trigger intelijen Inggris dikabarkan menyadap rombongan Presiden SBY saat menghadiri KTT G-20 di London, Inggris.
Demikian dikemukakan Pengamat Masalah Luar Negeri, Hernoto Ramlan seraya menambahkan dalam etika pergaulan dan persahabatan internasional, praktik sadap menyadap tersebut bukanlah praktik yang etis. Hernoto menyatakan setuju dengan pernyataan Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah yang mengatakan tindakan penyadapan sangat tidak etis.
Menurut Hernoto, jika benar yang diberitakan oleh media Australia mengenai adanya penyadapan kepada presiden SBY, maka penyadapan tersebut menunjukkan Inggris negara yang memiliki tingkat demokrasi lebih rendah daripada Indonesia. Inggris kata Hernoto juga seharusnya lebih berhati-hati karena bukan tidak mungkin fenomena Edward Snowden akan terjadi di Inggris.
“Indonesia selama ini menganut prinsip dalam hubungan inetrnasional yang bersifat dynamic equilibriumsertazero enemies, thousand friends. Sehingga penyadapan tersebut tidak bermakna apa pun, karena Indonesia bukanlah negara yang mengancam negara mana pun," ujar Hernoto dalam pernyataannnya yang diterima Tribunnews, Senin(28/7/2013).
Sementara itu, Pakar Politik dan Masalah Strategis Datuak Ali Tjumano menegaskan, proses penyadapan tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara terkuat di tengah kebangkitan Asia Pasifik, sehingga apapun yang dilakukan dan direncanakan Indonesia pantas dicurigai.
“Oleh karena itu, jika proses penyadapan ini benar setelah di cross check oleh jajaran pemerintah dan intelijen di luar negeri, maka Indonesia tidak perlu melaksanakan atau menepati seluruh pernyataan yang dilontarkan pada saat G-20 dengan alasan kebijakan telah berubah karena ancaman lingkungan strategis yang berubah,” kata Datuak Ali.
Pengamat Politik dari Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi ini menjelaskan ada pelajaran penting bagi seluruh komponen bangsa Indonesia bahwa untuk kepentingan nasional negaranya, negara lain melakukan penyadapan bahkan terhadap tamu negara sekalipun. "Mereka kurang memperhatikan soal etika diplomasi, yang penting bagi mereka kepentingan nasional tetap terjaga," katanya.
Demikian dikemukakan Pengamat Masalah Luar Negeri, Hernoto Ramlan seraya menambahkan dalam etika pergaulan dan persahabatan internasional, praktik sadap menyadap tersebut bukanlah praktik yang etis. Hernoto menyatakan setuju dengan pernyataan Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah yang mengatakan tindakan penyadapan sangat tidak etis.
Menurut Hernoto, jika benar yang diberitakan oleh media Australia mengenai adanya penyadapan kepada presiden SBY, maka penyadapan tersebut menunjukkan Inggris negara yang memiliki tingkat demokrasi lebih rendah daripada Indonesia. Inggris kata Hernoto juga seharusnya lebih berhati-hati karena bukan tidak mungkin fenomena Edward Snowden akan terjadi di Inggris.
“Indonesia selama ini menganut prinsip dalam hubungan inetrnasional yang bersifat dynamic equilibriumsertazero enemies, thousand friends. Sehingga penyadapan tersebut tidak bermakna apa pun, karena Indonesia bukanlah negara yang mengancam negara mana pun," ujar Hernoto dalam pernyataannnya yang diterima Tribunnews, Senin(28/7/2013).
Sementara itu, Pakar Politik dan Masalah Strategis Datuak Ali Tjumano menegaskan, proses penyadapan tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara terkuat di tengah kebangkitan Asia Pasifik, sehingga apapun yang dilakukan dan direncanakan Indonesia pantas dicurigai.
“Oleh karena itu, jika proses penyadapan ini benar setelah di cross check oleh jajaran pemerintah dan intelijen di luar negeri, maka Indonesia tidak perlu melaksanakan atau menepati seluruh pernyataan yang dilontarkan pada saat G-20 dengan alasan kebijakan telah berubah karena ancaman lingkungan strategis yang berubah,” kata Datuak Ali.
Pengamat Politik dari Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi ini menjelaskan ada pelajaran penting bagi seluruh komponen bangsa Indonesia bahwa untuk kepentingan nasional negaranya, negara lain melakukan penyadapan bahkan terhadap tamu negara sekalipun. "Mereka kurang memperhatikan soal etika diplomasi, yang penting bagi mereka kepentingan nasional tetap terjaga," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar